Beranda | Artikel
Imam Shalat Batal dan Masalah Makmum Masbuk
Sabtu, 23 Februari 2013

SHALAT BERJAMA’AH DUA ORANG DAN TERTINGGAL SATU RAKA’AT

Pertanyaan.
Saya mohon penjelasan mengenai:

  1. Sahkah shalat berjama’ah dua orang dengan imam di depan dan makmum di belakang?
  2. Kalau shalat berjama’ah sudah tertinggal satu raka’at, apakah makmum ikut tasyahud ataukah diam sampai menunggu imam salam kemudian makmum bangkit menambah raka’at yang tertinggal.

Jawaban.
Pertanyaan nomor satu, kami jawab:

Cara beridiri dalam shalat berjama’ah, jika yang ada hanyalah imam dan satu makmum, maka makmum berdiri sejajar dengan imam di sebelah kanannya. Dalil masalah ini sebagai berikut:

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ بِتُّ فِي بَيْتِ خَالَتِي مَيْمُونَةَ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْعِشَاءَ ثُمَّ جَاءَ فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ نَامَ ثُمَّ قَامَ فَجِئْتُ فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ فَجَعَلَنِي عَنْ يَمِينِهِ فَصَلَّى خَمْسَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ نَامَ حَتَّى سَمِعْتُ غَطِيطَهُ أَوْ قَالَ خَطِيطَهُ ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلَاةِ

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata: “Aku bermalam di rumah bibiku, Maimunah (isteri Rasulullah). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan shalat ‘Isya, kemudian beliau datang (ke rumah) lalu shalat empat raka’at, lalu beliau tidur. Kemudian beliau bangun, lalu shalat (malam). Maka aku berdiri di sebelah kiri beliau, lalu beliau menjadikanku pada sebelah kanannya. Beliau shalat lima ra’akat, lalu shalat dua raka’at, kemudian tidur, sampai aku mendengar beliau mendengkur. Kemudian beliau keluar menuju shalat (di masjid)”. [HR Bukhari, no. 697].

Tetapi jika ada dua orang shalat berjama’ah dan makmum berdiri di belakangnya, maka –insya Allah- shalatnya sah. Karena cara berdiri sebagaimana di atas tersebut, bukan termasuk syarat atau rukun shalat. Apalagi pada zaman sekarang, banyak orang yang belum memahami hal ini. Akan tetapi, jika orang itu sudah mengetahui, lalu dia tetap melakukannya, maka dia berdosa karenanya. Wallahu a’lam.

Pertanyaan nomor dua, kami jawab:

Makmum ikut tasyahud imam, karena dijadikannya imam adalah untuk diikuti. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

إِنَّمَا جُعِلَ الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا وَإِذَا رَكَعَ فَارْكَعُوا وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا وَإِنْ صَلَّى قَائِمًا فَصَلُّوا قِيَامًا وَنَزَلَ لِتِسْعٍ وَعِشْرِينَ فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّكَ آلَيْتَ شَهْرًا فَقَالَ إِنَّ الشَّهْرَ تِسْعٌ وَعِشْرُونَ

Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti. Oleh karena itu, jika dia telah bertakbir, maka bertakbirlah kamu. Dan jika dia ruku’, maka ruku’lah kamu. Dan jika dia bersujud, maka sujudlah kamu. Dan jika dia shalat dengan berdiri, maka shalatlah dengan berdiri. [HR Bukhari, no. 378, Muslim, no. 411].

Oleh karena itu, jika makmum menemui imam dalam keadaan apa pun, maka sebagai makmum, dia harus mengikuti imamnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ الصَّلَاةَ وَالْإِمَامُ عَلَى حَالٍ فَلْيَصْنَعْ كَمَا يَصْنَعُ الْإِمَامُ

Jika seseorang di antara kamu mendatangi shalat, sedangkan imam dalam keadaan apa pun, maka hendaklah dia melakukan sebagaimana yang sedang dilakukan oleh imam. [HR Tirmidzi, no. 591. Dishahihkan oleh Syaikh al Albani dalam Silsilah ash-Shahihah, no. 1188].

Setelah membawakan hadits ini, Imam Tirmidzi rahimahullah mengatakan: “Hadits ini diamalkan oleh ulama. Mereka mengatakan, jika seseorang datang pada waktu imam sedang sujud, maka hendaklah dia sujud. Tetapi raka’at itu tidak dihitung, jika dia tidak mendapati ruku’ bersama imam. ‘Abdullah bin Mubarak memilih sujud bersama imam, dan dia menyebutkan, dari sebagian ulama yang mengatakan: “Mudah-mudahan dia tidak mengangkat kepalanya dari itu sampai dia diampuni”.[1]

Setelah imam salam, maka makmum masbuq tadi melanjutkan shalatnya, sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

إِذَا أُقِيمَتْ الصَّلَاةُ فَلَا تَأْتُوهَا تَسْعَوْنَ وَأْتُوهَا تَمْشُونَ وَعَلَيْكُمْ السَّكِينَةُ فَمَا أَدْرَكْتُمْ فَصَلُّوا وَمَا فَاتَكُمْ فَأَتِمُّوا

Jika iqamat shalat sudah dikumandangkan, maka janganlah kamu mendatangi shalat dengan lari, namun datangilah dengan berjalan secara tenang. Apa yang kamu dapati (pada imam), maka shalatlah. Dan apa yang lepas darimu, maka sempurnakan. [HR Muslim, no. 602].

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun X/1428H/2007M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]
_______
Footnote
[1] Sunan Tirmidzi. Lihat keterangan hadits no. 591.

APA YANG HARUS DILAKUKAN MAKMUM ?

Pertanyaan.
Jika ada seorang imam batal wudhu’nya pada rakaa’at keempat, kemudian dia diganti oleh makmum yang masbuk yang mendapati imam pada raka’at ketiga. Pertanyaannya, bagaimana dengan makmum yang mengikuti imam pertama sejak raka’at pertama dan kedua? apakah makmum ini boleh salam sebelum imam yang kedua ini salam? Ataukah mereka diperbolehkan menambah jumlah raka’at dalam rangka mengikuti imam kedua, lalu salam bersamanya; ataukah mereka duduk menunggu sampai imam yang kedua ini bisa menyempurnakan empat raka’at, kemudian baru salam bersamanya setelah raka’at keempat tanpa menambah jumlah raka’at juga tidak salam sebelumnya. Bagaimana hukum shalat dalam kondisi seperti ini ?

Mohon penjelasannya disertai dalil! semoga Allah Azza wa Jalla memberikan balasan kebaikan kepada kalian di dunia dan akhirat

Jawaban.
Jika kejadiannya sebagaimana yang disebutkan, maka makmum yang mengikuti imam pertama sejak raka’at pertama dan kedua tidak boleh ikut berdiri bersama imam kedua ketika sang imam hendak berdiri untuk menyempurnakan shalat. Sebaliknya, mereka harus duduk, karena mereka sudah melaksanakan shalat empat raka’at dan itulah kewajibannya, namun mereka juga tidak boleh salam sebelum imamnya salam. Berdasarkan riwayat dari Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam  yang bersabda :

إِنَّمَا جُعِلَ اْلإمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ

Imam itu dijadikan untuk diikuti [Muttafaq ‘alaih]

Juga sabda Rasulullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إِنِّي إِمَامُكُمْ فَلاَ تَسْبِقُوْنِي بِالرُّكُوْعِ وَلاَ بِالسُّجُوْدِ وَلاَ بِالْقِيَامِ وَلاَ بِاْلاِ نْصِرَافِ

Sesungguhnya saya adalah imam kalian, maka janganlah kalian mendahuluiku ruku’, sujud, berdiri juga salam [HR Muslim dalam kitab shahîhnya]

وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم

Al-Lajnatud Dâimah lil Buhûtsil ‘ilmiyyah Wal Iftâ

Ketua: Syaikh Abdul Azîz bin `Abdullâh bin Bâz
Wakil : Syaikh `Abdurrazâq ‘Afîfy
Anggota : Syaikh `Abdullâh bin Ghadyân dan Syaikh `Abdullâh bin Qu’ûd

(Diterjemahkan dari Fatâwa al-Lajnatid Dâimah lil Buhûtsil ‘Ilmiyyah Wal Iftâ‘, 7/397)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 10/Tahun XIII/1430H/2010M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196.Kontak Pemasaran 085290093792, 08121533647, 081575792961, Redaksi 08122589079]


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/3530-imam-shalat-batal-dan-masalah-makmum-masbuk.html